Jumat, 15 Februari 2013

Surprising Package

Sudah hampir 5 hari ini flu mendera, bahkan sekarang disertai batuk. Setelah semalam kehujanan lagi untuk yang kesekian kali akhirnya saya terkapar juga. Pagi harinya saya memutuskan untuk bangun agak siang dan tidak berangkat ke kantor. Tapi bagaimanapun saya harus mandi untuk berangkat sholat Jumat dan keluar rumah untuk makan siang, entah kenapa ada yang kurang kalau saya tidak ke kantor hari ini. Saya pikir akan mampir ke kantor sebentar untuk makan siang setelah sholat Jumat.

Sampai di kantor suasana senyap, kondisi yang umum dalam sebulan belakangan. Meja kerja saya masih seperti saat saya tinggalkan semalam. Bedanya ada sebuah paket bersampul coklat yang saya sangat yakin isinya pasti buku, karena sampul coklatnya mengingatkan saya pada masa SD dulu. Dimana semua buku catatan wajib disampul menggunakan kertas coklat seperti pembungkus paket ini.

Disampul tertulis jelas nama pengirim, tapi justru itu yang mengejutkan. Saya tidak sedang ulang tahun dan ini pasti bukan dalam rangka Valentine, we're not that kind of persons.

Sampul coklat saya buka, ternyata masih dibungkus koran lagi di dalamnya. Koran 25 Januari 2013 dengan artikel AS Roma menang 2-1 atas Inter Milan pada leg pertama Coppa Italia. Perhatian teralih, ini hanya bungkus, intinya ada di dalam. Tapi kekalahan Inter Milan adalah hiburan tersendiri bagi saya.

Isinya novel, The Alchemist, dengan page marker di sana-sini dan secarik surat yang bahkan untuk membuka lipatannya saja harus lulus kursus Origami.

Saya masih tercengang, bahkan sampai saya memutuskan untuk menulis blog ini saya belum menghubungi si pengirim untuk berterima kasih.

Flu saya tiba-tiba terasa ringan dan saya merasa bersemangat meski belum makan siang :)
Dia tau saya tidak suka novel terjemahan, but she doesn't care, she just want me to read something that she knows I will love it. She said it's a farewell gift, although there are no goodbyes between us.




Selasa, 22 Januari 2013

BEFORE YOU GO

Lagu yang belum kumplit liriknya ini saya buat tadi malam. Sampe rumah cape', langsung mandi. Seger. Ambil gitar, bikin lagu. Ternyata motor lupa belum dimasukin, sampe disamperin yang pada ronda :)

Sebuah lagu romantis, 8 bar slow blues dengan progresi kord yang tidak umum saya gunakan.

Lagu tentang seseorang, tentang saya dan dia, tentang kami. Dengan bumbu dramatisasi beraroma blues bernuansa Chicago (I hope) di sana-sini. Terinspirasi cerita dari film "Before Sunrise" dan "Before Sunset".

Coz I'm her Jesse and she is my Celine.

Rabu, 27 Mei 2009

mengais kepingan

Ada sebuah gambaran dalam kepalaku, sebuah citra. Bukan, bukan khayalan, bukan mimpi sesaat. Lebih seperti cita-cita atau cenderung obsesi. Ku menyebutnya Langit.

Langit muncul karena seseorang, dengan seseorang. Seseorang yang menggeser arah hidupku, memberi warna jingga dalam saujanaku. Rekan dalam kegundahan, pasangan dalam kegilaan. Ku memanggilnya Kosmik, ibu dari Langit.

Dan aku Bumi, jalang dari ujung jagad raya.

Dalam perjalanannya Langit enggan berkompromi dengan keadaan di luar kepalaku, kondisi nyata menurut sebagian orang, atau realitas. Langit menjadi makin liar, seperti memelihara anak Iblis, menabrak norma. Buta aku dalam arah, dibawa keliaran isi kepala. Memaksa orang-orang untuk sependapat, bahwa aku tidak bersalah, tidak ada yang salah dengan gambaran yang aku punya. Tak ada yang salah dengan Langit, Langit tak berdosa.

Kosmik menegurku: "Bukan cinta untukku yang kau punya, hanya obsesi terhadap Langit yang ada". Kujawab: "Tidak, aku mencintaimu. Tak akan ada Langit tanpamu". Kosmik menyanggah: "Tapi Langitlah yang kau inginkan, bukan aku". Kemudian dia pergi.

Aku merindukan Kosmik. Dalam terpaan hujan, di bawah paparan mentari, di tengah hembusan angin. Aku selalu memikirkannya.

Dan dia pun datang, dengan keanggunan seperti biasanya. Keanggunan yang menyimpan keliaran, kegilaan serta kejutan. Tapi dia datang bukan karena merasakan getaran rinduku. Dia datang untuk menyampaikan sesuatu yang lebih menggetarkan dari petir Jupiter.

"Bumi, kau tau aku sayang padamu, aku mencintaimu dengan gila, aku menggilaimu dengan cinta". "Aku menginginkanmu selalu dalam orbit berputar cantik, sedikit bergoyang". "Mengobarkan panas di dadaku".

"Tapi kau tau Semesta, aku miliknya, ia kehilangan diriku selama aku bersamamu". "Semesta membutuhkan ku, menginginkan ku meski tak pernah mengatakannya, tapi ia memanggilku suatu hari, dia bilang dia merindukan senyumanku pada pagi  dan belaianku pada malam".

"Aku....aku tidak bisa terus bersamamu Bumi, Semesta membutuhkanku dan aku membutuhkannya". "Maafkan aku Bumi, aku tidak bisa terus bersamamu". "Kau bisa menemuiku kapan kau suka, aku akan selalu ada di tempat yang sama". "Tempat yang sama dengan posisi yang berbeda".

Aku hanya terdiam, kali ini aku tidak marah. Terbersit pertanyaan: "Bagaimana dengan Langit?" Tapi pertanyaan itu tak pernah terucap. Hanya terserak di sudut otakku, bertumpukkan dengan ribuan pertanyaan lain yang juga tak pernah terucap.

Aku mengangkat kepalaku, menatap matanya lekat-lekat dan berkata: "Baiklah, aku mengerti". "Kalian tercipta satu dan untuk bersama, akulah yang menabrak hukum kehidupan". "AKUlah yang salah".

Kali ini aku tidak marah, kali ini aku mengakui, menyadari dan mengerti bahwa akulah yang salah. Semua yang semula aku sangkal.

Aku menarik sesimpul senyum di bibirku. Bersamaan dengan senyum itu Langit runtuh, kepingannya berserakan terbaur dengan ribuan pertanyaan tadi.